Rabu, 17 Januari 2018

KEINDAHAN ALAM INDONESIA

Indonesia adalah Negara kepulauan dengan jumlah pulaunya yang tak kurang dari 17.000 pulau, dengan 5 pulau besar yaitu; Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sumatra dan Papua atau Irian. Indonesia merupakan Negara yang strategis dipandang dari berbagai kepentingan Dunia Internasional karena di apit oleh Samudra Hindia dan Pasific.
Indonesia dianugrahi keindahan alam yang yang mempesona luar biasa, hamparan pegunungan yang menyimpan keindahan alam yang mempesona, air tejun yang jumlahnya ratusan, sungai-sungai yang mengalirkan air yang jernih dan deras dan dilengkapi dengan jeram-jeram yang menantang untuk dijelajahi, tempat-tempat pendakian yang menggiurkan untuk ditaklukan bagi yang mempunyai hobi mendaki.
Fauna Indonesia sangat beragam, ada Komodo atau Kadal terbesar di dunia, spesies hiu yang berjumlah 150 spesies dan ini merupakan terbanyak di dunia, Oranutan di Kalimantan, Badak bercula satu di Jawa, Anoa di Sulawesi, Kerbau kerdil, Kakatua yang berjambul indah, Cenderawasih di Papua, dan masih banyak lagi fauna Indonesia yang tersebar diseluruh kepulauan Indonesia.
Flora Indonesia ada berbagai jenis, Raflesia amoldi yaitu bunga terbesar di dunia, berjenis-jenis angrek yang menawan. Berbagai jenis tumbuhan rempah-rempah dan beragam buah-buahan

SUKU BANGSA DAN BUDAYA INDONESIA

Contoh Keanekaragaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia

Sejak zaman dahulu bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang majemuk. Hal ini tercermin dari semboyan “Bhinneka tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Kemajemukan yang ada terdiri atas keragaman suku bangsa, budaya, agama, ras, dan bahasa.




Adat istiadat, kesenian, kekerabatan, bahasa, dan bentuk fisik yang dimiliki oleh suku-suku bangsa yang ada di Indonesia memang berbeda, namun selain perbedaan suku-suku itu juga memiliki persamaan antara lain hukum, hak milik tanah, persekutuan, dan kehidupan sosialnya yang berasaskan kekeluargaan.

Suku bangsa adalah golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan. Orang-orang yang tergolong dalam satu suku bangsa tertentu, pastilah mempunyai kesadaran dan identitas diri terhadap kebudayaan suku bangsanya, misalnya dalam penggunaan bahasa daerah serta mencintai kesenian dan adat istiadat.

Suku-suku bangsa yang tersebar di Indonesia merupakan warisan sejarah bangsa, persebaran suku bangsa dipengaruhi oleh factor geografis, perdagangan laut, dan kedatangan para penjajah di Indonesia. perbedaan suku bangsa satu dengan suku bangsa yang lain di suatu daerah dapat terlihat dari ciri-ciri berikut ini.
a. Tipe fisik, seperti warna kulit, rambut, dan lain-lain.
b. Bahasa yang dipergunakan, misalnya Bahasa Batak, Bahasa Jawa, Bahasa Madura, dan lain-lain.
c. Adat istiadat, misalnya pakaian adat, upacara perkawinan, dan upacara kematian.
d. Kesenian daerah, misalnya Tari Janger, Tari Serimpi, Tari Cakalele, dan Tari Saudati.
e. Kekerabatan, misalnya patrilineal(sistem keturunan menurut garis ayah) dan matrilineal(sistem keturunan menurut garis ibu).
f. Batasan fisik lingkungan, misalnya Badui dalam dan Badui luar.

Masyarakat Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa. DiIndonesia terdapat kurang lebih 300 suku bangsa. Setiap suku bangsa hidup dalam kelompok masyarakat yang mempunyai kebudayaan berbeda-beda satu sama lain. Jumlah suku bangsa di Indonesia ratusan jumlahnya.
Berikut ini contoh persebaran suku bangsa di Indonesia.
1. Nanggroe Aceh Darussalam : suku Aceh, suku Alas, suku Gayo, suku Kluet, suku Simelu, suku Singkil, suku Tamiang, suku Ulu .
2. Sumatera Utara : suku Karo, suku Nias, suku Simalungun, suku Mandailing, suku Dairi, suku Toba, suku Melayu, suku PakPak, suku maya-maya
3. Sumatera Barat : suku Minangkabau, suku Mentawai, suku Melayu, suku guci, suku jambak
4. Riau : Melayu, Siak, Rokan, Kampar, Kuantum Akit, Talang Manuk, Bonai, Sakai, Anak Dalam, Hutan, Laut .
5. Kepulauan Riau : Melayu, laut
6. Bangka Belitung : Melayu
7. Jambi : Batin, Kerinci, Penghulu, Pewdah, Melayu, Kubu, Bajau .
8. Sumatera Selatan : Palembang, Melayu, Ogan, Pasemah, Komering, Ranau Kisam, Kubu, Rawas, Rejang, Lematang, Koto, Agam
9. Bengkulu : Melayu, Rejang, Lebong, Enggano, Sekah, Serawai, Pekal, Kaur, Lembak
10. Lampung : Lampung, Melayu, Semendo, Pasemah, Rawas, Pubian, Sungkai, Sepucih
11. DKI Jakarta : Betawi
12. Banten : Jawa, Sunda, Badui
13. Jawa Barat : Sunda,
14. Jawa Tengah : Jawa, Karimun, Samin, Kangean
15. D.I.Yogyakarta : Jawa
16. Jawa Timur : Jawa, Madura, Tengger, Asing
17. Bali : Bali, Jawa, Madura
18. NTB : Bali, Sasak, Bima, Sumbawa, Mbojo, Dompu, Tarlawi, Lombok
19. NTT : Alor, Solor, Rote, Sawu, Sumba, Flores, Belu, Bima
20. Kalimantan Barat : Melayu, Dayak (Iban Embaluh, Punan, Kayan, Kantuk, Embaloh, Bugan,Bukat), Manyuke
21. Kalimantan Tengah : Melayu, Dayak (Medang, Basap, Tunjung, Bahau, Kenyah, Penihing, Benuaq), Banjar, Kutai, Ngaju, Lawangan, Maayan, Murut, Kapuas
22. Kalimantan Timur : Melayu, Dayak(Bukupai, Lawangan, Dusun, Ngaju, Maayan)
23. Kalimantan Selatan : Melayu, Banjar, Dayak, Aba
24. Sulawesi Selatan : Bugis, Makasar, Toraja, Mandar
25. Sulawesi Tenggara : Muna, Buton,Totaja, Tolaki, Kabaena, Moronehe, Kulisusu, Wolio
26. SulawesiTengah : Kaili, Tomini, Toli-Toli,Buol, Kulawi, Balantak, Banggai,Lore
27. Sulawesi Utara : Bolaang-Mongondow, Minahasa, Sangir, Talaud, Siau, Bantik
28. Gorontalo : Gorontalo
29. Maluku : Ambon, Kei, Tanimbar, Seram, Saparua, Aru, Kisar
30. Maluku Utara : Ternate, Morotai, Sula, taliabu, Bacan, Galela
31. Papua Barat : Waigeo, Misool, Salawati, Bintuni, Bacanca
32. Papua Tengah : Yapen, Biak, Mamika, Numfoor
33. Papua Timur : Sentani, Asmat, Dani, Senggi

3. Keanekaragaman Budaya Bangsa di Indonesia
Bangsa Indonesia mempunyai keanekaragaman budaya. Tiap daerah atau masyarakat mempunyai corak dan budaya masing-masing yang memperlihatkan ciri khasnya. Hal ini bisa kita lihat dari berbagai bentuk kegiatan sehari-hari, misalnya upacara ritual, pakaian adat, bentuk rumah, kesenian, bahasa, dan tradisi lainnya. Contohnya adalah pemakaman daerah Toraja, mayat tidak dikubur dalam tanah tetapi diletakkan dalam goa. Di daerah Bali, mayat dibakar(ngaben).

Untuk mengetahui kebudayaan daerah Indonesia dapat dilihat dari ciri-ciri tiap budaya daerah. Ciri khas kebudayaan daerah terdiri atas bahasa, adat istiadat, sisem kekerabatan, kesenian daerah dan ciri badaniah (fisik)

Lingkungan tempat tinggal mempengaruhi bentuk rumah tiap suku bangsa.  Rumah adat di Jawa dan di Bali biasanya dibangun langsung di atas tanah. Sementara rumah-rumah adat di luar Jawa dan Bali dibangun di atas tiang atau disebut rumah panggung. Alasan orang membuat rumah panggungantara lain untuk meghindari banjir dan menghindari binatang buas. Kolong rumah biasanya dimanfaatkan untuk memelihara ternak dan menyimpan barang. Keanekaragaman budaya dapat dilihat dari bermacam-macam bentuk rumah adat.

Berikut ini beberapa contoh rumah adat.
1.   Rumah Bolon (Sumatera Utara).
2.   Rumah Gadang (Minangkabau, Sumatera Barat).
3.   Rumah Joglo (Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur).
4.   Rumah Lamin (Kalimantan Timur).
5.   Rumah Bentang (Kalimantan Tengah).
6.   Rumah Tongkonan (Sulawesi Selatan).
7.   Rumah Honai (Rumah suku Dani di Papua).

Setiap suku bangsa mempunyai upacara adat dalam peristiwa-peristiwa penting kehidupan. Misalnya upacara-upacara kelahiran, penerimaan menjadi anggota suku, perkawinan, kematian, dan lain-lain. Nama dan bentuk upacara menandai peristiwa kehidupan itu berbeda-beda dalam masing-masing suku.

Beberapa contoh upacara adat yang dilakukan suku-suku di Indonesia antara lain sebagai berikut.
1.   Mitoni, tedhak siti, ruwatan, kenduri, grebegan (Suku Jawa).
2.   Seren taun (Sunda).
3.   Kasodo (Tengger).
4.   Nelubulanin, ngaben (Bali).
5.   Rambu solok (Toraja).

Keberagaman kebudayaan di Indonesia juga tampak dalam kesenian daerah. Ada bermacam-macam bentuk kesenian daerah.

Contoh lagu-lagu daerah sebagai berikut.
1.      Nangroe Aceh Darussalam Piso Surit
2.      Sumatera Utara Lisoi, Sinanggar Tullo, Sing Sing So, Butet
3. Sumatera Barat Kambanglah Bungo, Ayam Den Lapeh, Mak Inang, Kampuang Nan Jauh di Mato
4.      Riau Soleram
5.      Sumatera Selatan Dek Sangke, Tari Tanggai, Gendis Sriwijaya
6.      Jakarta Jali-jali, Kicir-kicir, Surilang
7.      Jawa Barat Bubuy Bulan, Cing Cangkeling, Manuk Dadali, Sapu Nyere Pegat Simpai
8.      Jawa Tengah Gundul-gundul Pacul, Gambang Suling, Suwe Ora Jamu, Pitik Tukung, Ilir-ilir,
9.      Jawa Timur Rek Ayo Rek, Turi-turi Putih
10.   Madura Karaban Sape, Tanduk Majeng
11.   Kalimantan Barat Cik Cik Periok
12.   Kalimantan Tengah Naluya, Kalayar, Tumpi Wayu
13.   Kalimantan Selatan Ampar Ampar Pisang, Paris Barantai
14.   Sulawesi Utara Si Patokaan, O Ina Ni Keke, Esa Mokan
15.   Sulawesi Selatan Anging Mamiri, Ma Rencong, Pakarena
16.   Sulawesi Tengah Tondok Kadadingku
17.   Bali Dewa Ayu, Meyong-meyong, Macepetcepetan, Janger, Cening Putri Ayu.
18.   NTT Desaku, Moree, Pai Mura Rame, Tutu Koda, Heleleu Ala De Teang,
19.   Maluku Kole-Kole, Ole Sioh, Sarinande, Waktu Hujan Sore-sore, Ayo Mama, Huhatee
20.   Papua Apuse, Yamko Rambe Yamko

Contoh Tari-tarian Tradisional Indonesia
1.      Nangroe Aceh Darussalam Tari Seudati, Saman, Bukat
2.      Sumatera Utara Tari Serampang, Baluse, Manduda
3.      Sumatera Barat Tari Piring, Payung, Tabuik
4.      Riau Tari Joget Lambak, Tandak
5.      Sumatera Selatan Tari Kipas, Tanggai, Tajak
6.      Lampung Tari Melinting, Bedana
7.      Bengkulu Tari Adum, Bidadari
8.      Jambi Tari Rangkung, Sekapur Sirih
9.      Jakarta Tari Yapong, Serondeng, Topeng
10.   Jawa Barat Tari Jaipong, Merak, Patilaras
11.   Jawa Tengah-Yogyakarta Tari Bambangan Cakil, Enggot-enggot, Bedaya, Beksan,
12.   Jawa Timur Tari Reog Ponorogo, Remong
13.   Bali Tari Legong, Arje, Kecak
14.   Nusa Tenggara Barat Tari Batunganga, Sampari
15.   Nusa Tenggara Timur Tari Meminang, Perang
16.   Kalimantan Barat Tari Tandak Sambas, Zapin Tembung
17.   Kalimantan Timur Tari Hudog, Belian
18.   Kalimantan Tengah Tari Balean Dadas, Tambun
19.   Kalimantan Selatan Tari Baksa Kembang
20.   Sulawesi Selatan Tari Kipa, Gaurambuloh
21.   Sulawesi Tenggara Tari Balumba, Malulo
22.   Sulawesi Tengah Tari Lumense, Parmote
23.   Sulawesi Utara Tari Maengket
24.   Maluku Tari Nabar Ilaa, Perang
25.   Papua Tari Perang, Sanggi

Contoh Seni Pertunjukan yang Ada di Indonesia
1.   Banten: Debus
2.   DKI Jakarta: Ondel-ondel, Lenong
3.   Jawa Barat: Wayang Golek, Rudat, Banjet, Tarling, Degung
4.   Jawa Tengah: Wayang Kulit, Kuda Lumping, Wayang Orang, Ketoprak, Srandul, Opak Alang, Sintren
5.   Jawa Timur: Ludruk, Reog, Wayang Kulit
6.   Bali: Wayang Kulit, Janger
7.   Riau: Makyong
8.   Kalimantan: Mamanda

Selain hasil kesenian yang sudah disebutkan di atas, suku-suku bangsa di Indonesia juga mempunyai hasil karya seni dalam bentuk benda. Karya seni yang dihasilkan oleh seniman-seniman dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia, antara lain seni lukis, seni pahat, seni ukir, patung, batik, anyaman, dan lain-lain. Benda-benda karya seni yang terkenal, antara lain ukiran Bali dan Jepara, Patung Asmat dan patung-patung Bali, anyaman dari suku-suku Dayak di Kalimantan, dan lain-lain. Hasil kerajinan seni ini menjadi barang-barang cindera mata yang sangat digemari turis mancanegara.

Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan. Identitas seringkali dikuatkan kesatuan bahasa. Oleh karena itu, kesatuan kebudayaan bukan suatu hal yang ditentukan oleh orang luar, melainkan oleh warga yang bersangkutan itu sendiri. Suku-suku yang ada di Indonesia antara lain Gayo di Aceh, Dayak di Kalimantan, dan Asmat di Papua.suku bangsa 

ADAT ISTIADAT SUKU MAKASAR

Kebudayaan Suku Makassar

Kebudayaan Suku Makassar ~ Tak jauh berbeda dengan SUKU BUGIS, Suku Makassar atau Orang Mangasara sebagian besar menetap di daerah Sulawesi Selatan. Selain berprofesi sebagai pedagang, orang Makassar juga jago berlayar (senang merantau) dan itulah sebabnya jika suku bangsa ini terdapat juga di luar Indonesia, misalnya di Singapura dan Malaysia. Suku Makassar ini diakui akan kebudayaannya, dimana kebudayaan mereka tetap dilestarikan sampai sekarang dan tidak tergerus oleh modernisasi. 

Rumah Adat Suku Makassar

Tiap daerah atau tiap suku pasti mempunyai rumah adat khas, begitu pula dengan Suku Makassar. Rumah dalam bahasa Makassar disebut "Balla". Rumah ini berbentuk rumah panggung dengan kayu sebagai penyangganya.
rumah-adat-suku-makassar

Pakaian Adat Suku Makassar

Pakaian Adat Suku Makassar ini disebut dengan “Baju Bodo”. Ciri Baju Bodo ini yaitu memiliki bentuk segi empat, sisi samping pakaian atas yang dijahit, tidak berlengan, terbentuknya gelembung dibagian tubuh, tak ada sambungan jahitan dibagian bahu, terdapatnya hiasan berbentuk bulatan kepingan logam di seluruh bagian tepi, dan permukaan blus. Memakai Baju Bodo berdasarkan warna mesti mematuhi ketentuan yang terkait dengan usia penggunanya.

pakaian-adat-suku-makassar

Tarian Adat Suku Makassar

Tarian Adat Suku Makassar yang paling terkenal ialah Tari Pakarena. Tari Pakarena ialah tarian tradisional yang diiringi oleh 2 (dua) kepala drum (gandrang) dan sepasang instrument alat semacam suling (puik-puik). Tari pakarena di Sulawesi selatan terdapat di dua kabupaten selain tari pakarena dari kabupatan Gowa yang pernah dimainkan oleh maestro tari pakarena Maccoppong Daeng Rannu, terdapat juga jenis tari pakarena lain yang berasal dari Kabupaten Kepulauan Selayar yaitu Tari Pakarena Gantarang. Pakarena adalah bahasa setempat berasal dari kata Karena yang artinya main. Tarian ini mentradisi di kalangan masyarakat Gowa yang merupakan wilayah bekas Kerajaan Gowa.

tarian-adat-suku-makassar

Makanan Khas Suku Makassar

Makanan paling terkenal dan paling digemari oleh banyak orang dari orang Makassar ini ialah Coto Makassar, Sop Saudara, dan Sop Konro. Ketiga makanan khas ini sangat mudah ditemukan di Indonesia, dengan bumbu khas dan rasa yang nikmat, menjadikan ketiga makanan sangat terkenal hingga ke mancanegara.

makanan-khas-suku-makassar

Peninggalan Suku Makassar

Tak heran memang jika orang makassar jago berlayar karena mereka pandai pula membuat kapal. Peninggalan paling berharga yang dihasilkan oleh orang Makassar ialah Kapal Layar yang mereka sebut "Pinisi". Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar. Kapal ini umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antar pulau. Kapal jenis ini diketahui mampu mengarungi tujuh samudera besar di dunia.

ADAT ISTIADAT SUKU MINANGKABAU

Adat Minangkabau


Adat Minangkabau adalah peraturan dan undang-undang atau yang berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat erutama yang bertempat tinggal di RANAH MINANG. Dalam batas tertentu, Adat Minangkabau juga dipakai dan berlaku bagi masyarakat Minang yang berada di perantauan di luar wilayah Minangkabau.
Adat adalah landasan bagi kekuasaan para Rajo atau (pemimpin masyarakat adat), dan dipakai dalam menjalankan kepemimpinan masyarakat adat sehari-hari. Semua peraturan hukum dan perundang-undangan disebut Adat, dan landasannya adalah tradisi yang diwarisi secara turun-temurun serta syariat Islam yang sudah dianut oleh masyarakat Minangkabau.
Aturan adat dibangun berlandaskan pada tiga ketetapan utama adat Minangkabau. Dua ketetapan pertama ditetapkan oleh Dt. Perpatih Nan Sabatang dan Dt. Ketumanggungan, Yaitu:
PertamaUlayat Adat Milik Bersama. artinya tidak ada kepemilikan individu terhadap ulayat adat Minangkabau. Untuk pengaturan pemanfaatannya ditetapkan Niniekmamak sebagai pembuat kebijakan.
KeduaPenurunan Ulayat Adat Pada Perempuan Garis Ibu. Kaum perempuan diamanahkan sebagai pemegang ulayat adat dan diturunkan kepada anak perempuannya sebagai pemegang estafet ulayat adat. Perempuan pemegang ulayat adat tersebut dikenal dengan istilah Bundokanduang.
Ketetapan ketiga Masyarakat Adat Minangkabau ditetapkan di puncak Pato Bukik Marapalam. Kesepakatan pemimpin adat dengan pemimpin agama islam, kaum ulama menyepakati penambahan satu ketapan adat untuk melengkapi dua ketatapan adat yang sudah ada sebelumnya, yaitu:
KetigaIslam Agama Masyarakat Adat Minangkabau. Akibat ketetapan ketiga tersebut di masyarakat adat lahir satu lagi kutup kepemimpinan masyarakat yang bertugas menjaga dan membimbing masyarakat dalam segi agama islam yaitu Alimulama.
Tiga ketetapan adat tersebut dikenal dengan "Tali Tigo Sapilin" adat Minangkabau, yang mengikat masyarakat adat sebagai satu kesatuan masyarakat adat Minangkabau.
Dengan demikian maka dianggap sempurnalah adat minangkabau, dua ketetapan adat yang tumbuh dari tanah disempurnakan dengan satu ketetapan yang datang dari langit, kesempurnaan ini dikenal dengan "Adat Nan Basandi Syaraka, Syarak Basandi Kitabullah" (ABS-SBK). Kepemimpinan masyarakat adat mengerucut pada tiga majlis musyawarah yang memiliki peran masing-masing dimasyarakat adat. Kelembagaan kepemimpinan itu dikenal dengan "Tungku Tigo Sajarangan" (TTS). Komponen TTS adalah yaitu:
  1. Majlis Musyawarah Alimulama, majlis yg bertugas sebagai pengontrol/penilai/pengarah mewakili peran Tuhan (Nan Bana) terhadap kesesuaian kebijakan-kebijakan yg dibuat dengan ajaran agama islam sebagai agama masyarakat adat. Majlis ini juga bertanggungjawab menjaga pelaksanaan ajaran islam di masyarakat adat minangkabau.
  2. Majlis Musyawarah Ninikmamak, majlis pembuat kebijakan, baik untuk pemanfaatan ulayat adat, maupun untuk kebijakan-kebijakan lainnya yang akan diberlakukan di masyarakat adat.
  3. Majlis Musyawarah Bundokanduang, majlis pemegang ulayat adat minangkabau dan harta-harta bersama lainnya serta penanggungjawab pendidikan generasi penerus masyarakat adat.
Lembaga adat TTS tersebut ada pada tiap tingkatan komunitas yang memiliki ulayat adat, seperti "Komunitas Nagari" Pemilik "Ulayat Adat Nagari", "Komunitas Suku" pemilik "Ulayat Adat Suku" dan "Komunitas Kaum" pemilik "Ulayat Adat Kaum". Pimpinan tertinggi dari masing-masing komunitas tersebut adalah Pangulu, yaitu pemimpin yang di pilih dari kaum Ninikmamak sebagai pemimpin komunitas Kaum, suku atau Nagari.
Struktur masyarakat yang terbentuk oleh penerapan ketetapan adat tersebut terbangunlah sebuah masyarakat adat yang terpimpin yang melahirkan adegium adat tentang konsep kepemimpinan adalah: "Kamanakan Barajo Ka Mamak, Mamak Barajo Ka Pangulu, Pangulu Barajo Ka Mufakat, Mufakat Barajo Ka Nan Bana, Nan Bana berdiri sendiriNyo".
Seorang Rajo atau Penghulu memegang kekuasaan karena keturunan, dan kekuasaan itu menjadi sah karena didukung oleh para ulama yang memegang otoritas agama dalam masyarakat sebagai implementasi adagium Adat basandi syarak; Syarak basandi Kitabullah.
Masyarakat adat Minangkabau telah mengalami tiga periode besar kekuasaan yang meliputinya, yaitu: Kerajaan Pagaruyung Abad ke-14, Pemerintahan Kolonial Belanda abad ke-17 dan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) 1945, sampai saat ini. Kerajaan Pagaruyung adalah kerajaan yang didirikan oleh Aditiawarman, keluarga raja Majapahit.
Pada masa kolonialis Eropa, wilayah hukum Adat dibatasi hanya pada pengaturan jabatan Penghulu, kekuasaan atas Tanah Ulayat, peraturan warisperkawinan, dan adat istiadat saja. Kekuasaan hukum, keamanan dan teritorial diambil alih oleh pemerintah kolonial.
Keadaan ini berlanjut sampai pada zaman kemerdekaan. Pada masa era Ordebaru pemerintahan Indonesia pemerintah menerapkan UU No.5 Tahun 1979, dimana nagari-nagari di Minangkabau dipecah-pecah menjadi beberapa desa sebagai pemerintahan terendah. Akibat dari penerapan tersebut terjadi pergesaran cara pandang terhadap Ulayat adat. Kepemilikan bersama Ulayat adat di eliminir dengan ketetapan peraturan pemerintah menjadi milik Ninikmamak Kapalo warih unt Ulayat Kaum, Pangulu Suku untuk Ulayat Suku dan Pangulu-pangulu Nagari untuk Ulayat Nagari.
Setelah berlakunya Undang-undang Otonomi Daerah tahun 1999 dan gerakan Kembali ka Nagari, Adat Minang mendapat tempat yang lebih baik dan Nagari dijadikan sebagai salah satu pemerintahan terendah di Negara Indonesia. Namun upaya kembali untuk menegakkan adat minangkabau di nagari mengalami stagnasi, akibat kepemilikan ulayat adat tidak kembali dijadikan sebagai milik bersama.
Di bawah ini adalah ikhtisar Adat Minang, sering disebut Undang nan Empat, sebagaimana dipahami dan hidup dalam masyarkat Minangkabau.

Undang nan 

Adat Minangkabau sebagai peraturan dapat diringkas dalam sistematika yang disebut Undang nan Empat yaitu:
  1. Undang-undang Luhak dan Rantau
  2. Undang-undang Nagari
  3. Undang-undang dalam Nagari
  4. Undang-undang nan Duapuluh

Undang-undang Luhak dan Rantau

Bunyi undang-undang ini adalah sebagai berikut:
Luhak bapangulu
Rantau barajo
Bajalan samo indak tasundak
Malenggang samo indak tapampeh
Masyarakat Minangkabau meyakini adanya kesatuan genealogis semua Nagari-nagari dalam wilayah Minangkabau dan juga kesatuan genealogis penduduknya. Karena itu Adat Minang sebagai produk budaya adalah satu kesatuan juga. Nenek moyang orang Minangkabau diyakini turun dari puncak Gunung Marapi, dan Nagari tertua di Minangkabau adalah nagari Pariangan di Kabupaten Tanah Datar sekarang.
Orang-orang yang satu keturunan menurut garis keturunan Ibu berkelompok membentuk sebuah suku, dan dipimpin oleh seorang laki-laki yang disebut Penghulu.
Aturan ini berlaku di wilayah Minangkabau yang lebih dahulu berkembang, yaitu di Luhak Tanah DatarLuhak Agam, dan Luhak Limapuluh Koto.
Dalam perkembangannya, di daerah Rantau, meskipun terdapat juga suku-suku dan Penghulu, tiap-tiap Rantau dipimpin oleh seorang Raja yang biasanya berasal dari daerah Luhak juga, atau mendapat mandat dari Raja Pagaruyung.

Undang-undang Nagari

Nagari bakaampek suku
Dalam suku babuah paruik
Basawah baladang
Babalai bamusajik
Balabuah batapian
Undang-undang Nagari berisi aturan dasar dan syarat-syarat berdirinya sebuah Nagari, yaitu syarat-syarat yang menunjukkan kemampuan penduduk beberapa kampung untuk mendirikan suatu susunan masyarakat yang lebih teratur. Syarat-syarat ini meliputi kemampuan ekonomi, prasarana dan jumlah penduduk atau suku.
Disyaratkan paling kurang ada empat suku yang akan bergabung dalam Nagari dan masing-masing suku itu harus cukup besar -- dikatakan terdiri dari beberapa paruik atau kelompok yang satu keturunan dari seorang nenek. Para Penghulu keempat suku itu secara kolektif menjadi Pimpinan Nagari. Perkawinan hanya berlaku secara eksogami, yaitu antara warga suku yang berlainan.
Harta benda tidak bergerak seperti sawah ladang dan rumah dimiliki secara bersama-sama oleh kaum perempuan dalam suatu suku, dan menjadi pusaka yang dimiliki secara turun temurun menurut garis keturunan ibu. Laki-laki mengawasi dan mendayagunakan harta benda. Semua warga suku dapat mengambil manfaat dari harta benda.
Selain prasarana ekonomi seperti sawah dan ladang, jalan dan jembatan, serta sarana kebersihan, Nagari juga harus mampu mendirikan sebuah Masjid unutuk tempat ibadah dan sebuah Balairung tempat para Penghulu bersidang.

Undang-undang dalam Nagari

Barek samo dipikul, ringan samo dijinjing
Saciok bak ayam, sadanciang bak basi,
Sakik basilau, mati bajanguak
Salah batimbang, hutang babayie
Undang-undang dalam Nagari mengatur tata hubungan warga masyarakat dalam sebuah nagari. Sistem yang dipakai adalah tipikal masyarakat komunal, dengan ciri-ciri:
  • Setiap orang secara alami langsung menjadi warga Nagari
  • Demokrasi langsung, karena para Penghulu sangat dekat dengan masyarakatnya, musyawarah dan mufakat dilaksanakan tanpa diwakilkan.
  • Gotong royong. Kebersamaan dalam menghadapi segala masalah dalam Nagari
  • Social safety net, semua warga Nagari, dapat mengandalkan bahwa dirinya akan dibantu secara bersama-sama oleh masyarakat jika dia mengalami kesusahan yang mendesak.
Untuk menjaga hubungan yang harmonis dan saling tolong menolong antar semua warga, anggota masyarakat Nagari selalu berusaha berkomunikasi dengan semua orang dengan bahasa yang tidak langsung, disebut baso-basi.
Selain itu, pada rites of passage seperi kelahiran, khitanan, perkawinan, dan kematian selalu diadakan acara adat dengan format yang khusus dan baku, tetapi dapat sedikit berbeda antara satu Nagari dengan Nagari lainnya, sesuai dengan prinsip adat selingkar Nagari.
Termasuk dalam undang-undang dalam Nagari adalah adat-istiadat yang menyangkut hiburan dan rekreasi, seperti Randai, pertandingan layang-layang dan buru babi.

Undang-undang nan Duapuluh

Undang-undang nan Duapuluh adalah duapuluh fasal yang dipakai oleh para Penghulu dalam mengadili dan memutus perkara kejahatan yang terjadi dalam Nagari. Delapan fasal yang pertama merinci nama-nama tindak kejahatan, sedang duabelas fasal berikutnya berisi nama-nama tuduhan dan dugaan tindak kejahatan.
  • Salah nan Salapan yaitu:
  1. Dago-dagi, perbuatan yang menimbulkan kekacauan umum
  2. Sumbang-salah, perbuatan tidak senonoh
  3. Samun-sakar, perampokan
  4. Maling-curi, pencurian
  5. Tikam-bunuh, penyerangan dan pembunuhan
  6. Lacung-kicuh, penipuan
  7. Upeh-racun, pemberian bahan yang mengandung racun untuk membunuh atau menyebabkan sakit
  8. Siar-bakar, pembakaran rumah atau bangunan dengan sengaja
  • Tuduh nan Enam berisi nama-nama tuduhan
  • Cemo nan Enam berisi nama-nama kecurigaan atau dugaan tindak kejahatan
Kejahatan yang dituduhkan atau diduga dilakukan hanya dapat dihukum jika terbukti secara meyakinkan.

Sistem Adat

Semenjak zaman Kerajaan Pagaruyung, ada tiga sistem adat yang dianut oleh suku Minangkabau yaitu :
  1. Sistem Kelarasan Koto Piliang
  2. Sistem Kelarasan Bodi Caniago
  3. Sistem Kelarasan Panjang
Dalam pola pewarisan Sako (kepemimpinan Adat) dan Pusako (Ulayat Adat), suku Minang menganut pola matrilineal sebagai akibat dari Ketetapan adat yang kedua ( Penurunan Ulayat Adat pada Perempuan garis ibu). Setiap anak-anak yang lahir dari perempuan pemegang ulayat adat suku adalah satu suku atau satu marga. Mereka lah yang memiliki hak untuk memanfaatkan harta bersama milik Suku. Harta Milik bersama tersebut disebut "harta pusaka tinggi" harta yang tidak boleh di bagi, dijual tetapi boleh dimanfaatkan. Harta tersebut menjadi harta abadi milik Suku atau Kaum yang berfungsi sebagai "social saftynet" anggota komunitas suku/kaum. Semenatar harta yang di peroleh oleh individu/keluarga disebut "harta pusaka rendah". Harta pusaka rendah di wariskan menurut hukum islam.

Sistem Kelarasan Koto Piliang

Sistem adat ini merupakan gagasan adat yang digariskan oleh Datuk Ketumanggungan. Ciri yang menonjol dari adat Koto Piliang adalah otokrasi atau kepemimpinan menurut garis keturunan yang sudah ditetapkan seperti penurunan rajo, penurunan tersebut tetap berlandaskan pada garis ibu. Sako diturunkan dari mamak ke kamanakan (anak saudara perempuan pemegang pusako). Pusako diturukan dari ibu ke anak perempuannya. Sistem adat Koto Piliang banyak dianut oleh suku Minang di daerah Tanah Datar dan sekitarnya. Ciri-ciri rumah gadangnya adalah berlantai dengan ketinggian bertingkat-tingkat.

Sistem Kelarasan Bodi Caniago

Sistem adat ini merupakan gagasan adat yang digariskan oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang. Sistem adatnya merupakan antitesis terhadap sistem adat Koto Piliang dengan menganut paham demokrasi. Penurunan Sako dan Pusakao tetap berlandaskan pada garis ibu, Tetapi pilihan pemegang penurunan tidak terpaku pada satu keturunan. Pilihan lebih di prioritaskan kepada yang memiliki kemampuan kepemimpinan baik sebagai ninikmamak penurunan Sako, maupun kaum Bundokandung untuk penurunan Pusako. Sistem adat ini banyak dianut oleh suku Minang di daerah Lima Puluh Kota. Cirinya tampak pada lantai rumah gadang yang rata.

Sistem Kelarasan Panjang

Sistem ini digagas oleh adik laki-laki dari dua tokoh di atas yang bernama Mambang Sutan Datuk Suri Dirajo nan Bamego-mego. Dalam adatnya dipantangkang pernikahan dalam nagari yang sama. Sistem ini banyak dianut oleh luhak Agam dan sekitarnya.
Namun dewasa ini semua sistem adat di atas sudah diterapkan secara bersamaan dan tidak dikotomis.

Sumber bacaan

  • St. Mahmud BA, A. Manan Rajo Pangulu, Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah, Pustaka Indonesia Medan Cetakan ke IV 1987
  • Darwis Thaib glr. Dt. Sidi Bandaro, Seluk Beluk Adat Minangkabau, N.V. Nusantara Bukittinggi -- Djakarta

Lihat pula